Dapatkah
manusia bertahan dalam kelompoknya sendiri tanpa memperdulikan keberadaan
kelompok lain?
Tidak,pada umumnya manusia merupakan makhluk yang
selalu ingin hidup bersama dan tidak mungkin dapat bertahan hidup tanpa manusia
lain. Manusia bergabung kelompok lainnya untuk mencapai suatu tujuan,cita-cita
dan bersosialisi sesama anggota kelompok lainnya.
Gejala
sosial seperti apakah yang telah melahirkan konflik kelompok di tolikara ini?
Ada
beberapa hal yang dapat menyebabkan konflik terjadi.
1. Persinggungan identitas. Identitas yang
bersinggungan di Tolikara sangat jelas adalah dua keyakinan agama berbeda.
Ketika ada persinggungan, identitas itu akan hadir untuk mendelegitimasi
identitas lain, sekaligus menjadi legitimasi tindakan tertentu atas nama
solidaritas kelompok. Artinya, identitas itu bisa dikoordinir menjadi
solidaritas kelompok melawan identitas kelompok lain. Maka, yang muncul adalah
sentimen identitas antar kelompok yang dikonstruksi dari perbedaan yang ada.
2.
Penyebab
konflik bisa karena lemahnya legitimasi pemerintah atau aparat penegak hukum di
tengah masyarakat. Menurunnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah menjadi
salah satu potensi munculnya konflik. Kita bisa mengambil pelajaran atas
kondisi melemahnya kekuasaan pemerintah setelah orde baru lengser.
3.
Konflik
terjadi karena perubahan kondisi. Munculnya konflik, menurut Coser sebagai
sinyal bahwa sebenarnya struktur sosial sedang menyesuaikan diri dengan
perubahan kondisi.“Conflict maintains or
reestablished system integration and adaptability to changing condition.” Artinya
ada kondisi tertentu yang sedang berubah yang menjadi penyebab konflik dua
identitas berbeda, misalnya perubahan sosial ekonomi atau sosial politik.
Akankah
konflik ini dapat melahirkan perubahan sosial yang signifikan?
Belajar dari hal itu, maka, pemerintah lokal harus jeli
melihat perubahan kondisi sosial masyarakat di Tolikara. Setiap perubahan
sosial harus memperhatikan asas keadilan dan ketersediaan akses yang sama
terhadap sumberdaya yang ada bagi seluruh anggota masyarakat. Pemerintah harus
memastikan bahwa rakyatnya memiliki kemampuan yang sama untuk memperoleh
manfaat atas sumberdaya; baik sumber daya alam, ekonomi, soial dan politik.
Setelah tiga hal itu disadari oleh masyarakat, khususnya
para pemangku kebijakan, maka hal-hal yang tidak diinginkan dari gesekan
identitas berbeda di Tolikara tidak akan menjadi konflik yang membawa dampak
kerusakan, tetapi justru menjadi instrumen untuk memperkuat integrasi masyarakat
Papua, masyarakat Indonesia, dan masyarakat dunia pada umumnya.
Referensi: Maryonggai.blogspot.com
Sumber:
mulyadinpermana.wordpress.com/2015/07/22/konflik-tolikara-dan-sentimen-identitas/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar