Rabu, 04 November 2015

Museum Gajah



Museum Nasional Republik Indonesia atau Museum Gajah, adalah sebuah museum yang terletak di Jakarta Pusat dan persisnya di Jalan Merdeka Barat 12. Museum ini merupakan museum pertama dan terbesar di Asia Tenggara.

Museum Nasional juga dikenal sebagai Museum Gajah karena dihadiahkannya patung gajah berbahan perunggu oleh Raja Chulalongkorn dari Thailand pada tahun 1871 yang kemudian dipasang di halaman depan museum. Meskipun demikian, sejak 28 Mei 1979, nama resmi lembaga ini adalah Museum Nasional Republik Indonesia.

Museum Gajah banyak mengoleksi benda-benda kuno dari seluruh Nusantara. Antara lain yang termasuk koleksi adalah arca-arca kuno, prasasti, benda-benda kuno lainnya dan barang-barang kerajinan. Koleksi-koleksi tersebut dikategorisasikan ke dalam etnografi, perunggu, prasejarah, keramik, tekstil, numismatik, relik sejarah, dan benda berharga.







Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Nasional_Indonesia

Sabtu, 05 September 2015

Hukum Fatum



1.    Apakah dengan adanya berbagai peperangan, menunujukkan bahwa hukum fatum masih berlaku ?

Iya, karena nasib atau hukum alam adalah kekuatan tunggal yang menentukan gerak sejarah. Manusia hanya mengikuti hukum alam itu saja tetapi tidak menentukan arah dan gerak sejarah

Sumber: menurut pendapat saya sendiri

2.    Apakah hukum fatum masih relevan dengan kehidupan manusia masa kini?

Iya, karena tujuan gerak sejarah adalah terwujudnya kehendak Tuhan yaitu kerajaan Tuhan masa sejarah adalah masa percobaan, masa ujian bagi manusia, kehendak Tuhan harus di terima dengan rela dan ikhlas; manusia tidak dapat melepaskan diri dari kodrat Ilahi.

Sabtu, 29 Agustus 2015

Indonesia Merdeka



Mengapa Indonesia mudah dijajah oleh bangsa lain sedangkan Indonesia memiliki kerajaan-kerjaan di berbagai daerah?
1. Pada waktu itu indonesia belum bersatu dengan kerajaan – kerajaan di berbagai daerah sehingga Indonesia mudah dijajah oleh negara asing. Perlawanan kepada penjajah pun masih bersifat kedaerahan dan masih bergantung pemimpinnya.

2. Bangsa Indonesia mudah ditipu oleh negara lain, karena pada awalnya negara yang menjajah negara Indonesia bukan datang sebagai penjajah melainkan sebagai tamu.

3. Bangsa Indonesia mudah diadu domba.                                    

4. Tidak adanya sarana dan prasarana yang memadai.


Bagaimana seandainya bila Soekarno tidak memproklamirkan kemerdekaan?

Jika soekarno tidak memproklamirkan kemerdekaan Indonesia akan:
1.      Dijajah oleh Negara asing lagi
2.      Terjadi perang antar suku yang satu dengan yang lainnya
3.       Indonesia tidak dapat bersatu
4.      Indonesia tidak dapat diakui oleh dunia sebagai Negara yang merdeka

Sumber: menurut pendapat saya :)

Apakah Indonesia sudah sungguh-sungguh merdeka saat ini ditengah berbagai persoalan yang melanda bangsa saat ini? Seperti, konflik antar agama dan suku, praktik Korupsi dan berbagai ketimpangan sosial lainnya?
Bung Karno mengatakan bahwa ketika kita memperoleh kemerdekaan bukan berarti kita sudah merdeka akan tetapi ketika kita sudah memperoleh kemerdekaan maka hari kemerdekaan itu sendirilah yang akan menjadi jembatan emas bagi kita untuk pergi ke seberang dimana di seberang itu terletak Negara kita jadi ketika kita sudah melewati jembatan emas ini (hari kemerdekaan) maka kita akan sampai di seberang dan ketika kita sudah di seberang barulah kita memerdekakan negara kita membina,mendidik,dan memajukan masyarakatnya.

Permasalahan sosial



Dapatkah manusia bertahan dalam kelompoknya sendiri tanpa memperdulikan keberadaan kelompok lain?
Tidak,pada umumnya manusia merupakan makhluk yang selalu ingin hidup bersama dan tidak mungkin dapat bertahan hidup tanpa manusia lain. Manusia bergabung kelompok lainnya untuk mencapai suatu tujuan,cita-cita dan bersosialisi sesama anggota kelompok lainnya.

Gejala sosial seperti apakah yang telah melahirkan konflik kelompok di tolikara ini?
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan konflik terjadi.
1.      Persinggungan identitas. Identitas yang bersinggungan di Tolikara sangat jelas adalah dua keyakinan agama berbeda. Ketika ada persinggungan, identitas itu akan hadir untuk mendelegitimasi identitas lain, sekaligus menjadi legitimasi tindakan tertentu atas nama solidaritas kelompok. Artinya, identitas itu bisa dikoordinir menjadi solidaritas kelompok melawan identitas kelompok lain. Maka, yang muncul adalah sentimen identitas antar kelompok yang dikonstruksi dari perbedaan yang ada.
2.      Penyebab konflik bisa karena lemahnya legitimasi pemerintah atau aparat penegak hukum di tengah masyarakat. Menurunnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah menjadi salah satu potensi munculnya konflik. Kita bisa mengambil pelajaran atas kondisi melemahnya kekuasaan pemerintah setelah orde baru lengser.
3.      Konflik terjadi karena perubahan kondisi. Munculnya konflik, menurut Coser sebagai sinyal bahwa sebenarnya struktur sosial sedang menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi.“Conflict maintains or reestablished system integration and adaptability to changing condition.” Artinya ada kondisi tertentu yang sedang berubah yang menjadi penyebab konflik dua identitas berbeda, misalnya perubahan sosial ekonomi atau sosial politik.

Akankah konflik ini dapat melahirkan perubahan sosial yang signifikan?
Belajar dari hal itu, maka, pemerintah lokal harus jeli melihat perubahan kondisi sosial masyarakat di Tolikara. Setiap perubahan sosial harus memperhatikan asas keadilan dan ketersediaan akses yang sama terhadap sumberdaya yang ada bagi seluruh anggota masyarakat. Pemerintah harus memastikan bahwa rakyatnya memiliki kemampuan yang sama untuk memperoleh manfaat atas sumberdaya; baik sumber daya alam, ekonomi, soial dan politik.
Setelah tiga hal itu disadari oleh masyarakat, khususnya para pemangku kebijakan, maka hal-hal yang tidak diinginkan dari gesekan identitas berbeda di Tolikara tidak akan menjadi konflik yang membawa dampak kerusakan, tetapi justru menjadi instrumen untuk memperkuat integrasi masyarakat Papua, masyarakat Indonesia, dan masyarakat dunia pada umumnya.

Sumber:

mulyadinpermana.wordpress.com/2015/07/22/konflik-tolikara-dan-sentimen-identitas/